Keluarga menjadi tempat penerimaan yang paling tulus bagi anak. Untuk itu, suasana di rumah harus hidup, orangtua menjadi teman ngobrol yang asyik untuk anak, antusias mendengarkan cerita anak, menghargai gagasan dan pemikiran anak, serta memberikan feedback kepada anak.
Namun, saat ini
banyak orang tua yang jarang berbicara dengan anaknya, dan memiliki sedikit
waktu untuk menanggapi cerita-cerita anaknya.
Dua kesalahan
yang kerap dilakukan orangtua adalah hanya menuruti apa yang disenangi dan yang
menjadi bakat anaknya saja. Selain itu terlalu mudah memberikan pujian kepada
anak.
Kelemahannya,
anak yang hanya fokus diasah satu bakat saja akan sulit beradaptasi saat berada
di situasi yang sulit dan penuh tekanan. Oleh karena itu, anak harus diberi
banyak keterampilan-keterampilan hidup.
Begitu juga
dengan anak yang terlalu sering diberi pujian akan menyebabkan anak rapuh
menghadapi kritikan. Sebab, tidak semua teman atau orang yang ada di sekitar
anak akan memberikan pujian seperti yang dilakukan orang tua. Akibatnya anak
rentan dan rapuh secara mental saat menerima tekanan, sulit beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.
Untuk
menjadikan anak tangguh, maka anak harus dilatih menghadapi benturan-benturan
masalah dan mampu membuat keputusan dan mengatasi masalahnya sendiri.
Semakin tinggi
ketangguhan yang diinginkan semakin berat penempaan yang diberikan kepada anak.
Apakah latihan
itu terasa berat oleh anak? Tidak! Jika anak menikmatinya dan menginginkannya.
Ada dorongan yang kuat dari anak untuk mencapai keinginannya itu.
Dorongan inilah
yang harus ditumbuhkan kepada anak, dorongan untuk mencintai ilmu, dorongan
untuk kreatif, dorongan untuk berkarya dan bermanfaat bagi orang banyak.
Jadi yang
dibutuhkan anak adalah orang tua yang antusias mendegarkan ceritanya,
menghargai pemikirannya, dan memberikan feedback kepadanya. Jika anak merasa
nyaman dan dekat dengan orang tuanya, saat remaja mereka akan suka diberi
nasehat.
Seminar
Parenting,
Ustadz M.
Fauzil Adhim, S.Psi.